Pertanian Organik Jogja: Alternatif Raih Ketahanan Pangan dan Ramah Lingkungan

Senin, 03 Desember 2012
 


Pertanian Organik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat ini terus berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat dan ramah lingkungan. Hal ini didukung permintaan pasar yang semakin bertambah, serta nilai jual produk yang lebih tinggi . Sayangnya, saat ini luas lahan yang digunakan untuk pertanian organik di DIY masih dibawah 3% dari 57.540 hektar luas tanah pertanian yang ada.

Salah satu perusahaan yang mengelola restoran cepat saji terkenal di Indonesia yang setahun terakhir menggunakan beras organik, dari 370 gerai, 117 gerai di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jakarta memanfaatkan beras organik. Perusahaan ini menggunakan beras organik karena konsumen sekarang lebih melek kesehatan, kata salah seorang brand manager perusahaan tersebut. Pada sebuah gerai yang menyajikan nasi organik dan nonorganik, 80% konsumen memilih nasi organik.

Pertanian organik adalah pertanian ramah lingkungan yang memanfaatkan bahan alami lokal di sekitar lokasi pertanian, seperti limbah produk pertanian sebagai bahan baku pembuatan pupuk untuk mereduksi penggunaan pupuk, pestisida, fungisida dan insektisida kimia yang tidak ramah lingkungan.

Saat ini Dinas Pertanian DIY telah memiliki beberapa area pertanian organik. Untuk wilayah Kabupaten Kulon Progo di Desa Kali Bawang, Kabupaten Bantul di Desa Mangunan,  Kabupaten Gunung Kidul di Desa Pondang dan Kabupaten Sleman di Desa Prambanan dan Pakem.

Menurut Kepada Dinas Pertanian Provinsi DIY, Ir. Nanang Suwandi, MMA, tren permintaan terhadap produk pertanian organik terus mengalami peningkatan setiap tahun, namun petani di DIY belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Saat ini dinas pertanian DIY sedang mengupayakan target 5% lahan pertanian organik dari luas lahan pertanian yang ada pada tahun 2012.

Kendala utama mengembangkan pertanian organik karena lahan yang digunakan harus terkonsentrasi pada satu area yang jelas batasnya dan terpisah dengan pertanian konvensional. Hal ini untuk menekan terjadinya kontaminasi bahan-bahan kimia, baik dari air irigasi maupun udara. Kendala lainnya adalah hasil yang sedikit, akibat sudah rusaknya kondisi tanah di Indonesia akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia selama bertahun-tahun. Selain itu masalah pemasaran produk organik yang masih terbatas, membuat harga jualnya masih sangat tinggi di pasaran.

 
 Tabel Kebutuhan Padi Organik di Indonesia. Sumber: http://pertaniansehat.com/read/2012/05/28/tren-konsumen-beras-organik-meningkat.html

Sisi lainnya adalah belum dibentuknya Lembaga Sertifikasi yang memberikan jaminan terhadap segala produk pertanian organik untuk meningkatkan kepercayaan publik. “Oleh karena itu, untuk mengembangkan pertanian organik perlu ketelatenan, termasuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Lembaga sertifikasi akan kami bentuk, untuk mensertifikasi produk hasil pertanian organik,” ungkap Nanang pada Mongabay Indonesia.
Pentingnya pertanian organik pernah dibahas oleh ahli pertanian Amerika Serikat Laurie Drinkwater ahli manajemen tanah dan ekologi Rodale Institute di Kutztown, Pennsylvania. Dia yakin pertanian organik adalah cara baru mengurangi emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Hasil yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature bulan Desember 1998 mengatakan, jika pupuk organik digunakan dalam kawasan pertanian kedelai utama di AS, setiap tahun, karbon dioksida di atmosfer dapat berkurang 1% hingga 2 %.

Selain itu, Drinkwater dalam penelitiannya juga menemukan, pertanian organik menggunakan energi 50% lebih kecil dibandingkan dengan metode pertanian konvensional. Artinya, pelaku sistem pertanian organik tidak merusak keberlanjutan komponen lingkungan yang terdiri atas tanah, air, udara, tanaman, binatang, mikroorganisme, dan tentunya manusia.

 “Ke depan dinas pertaninan DIY akan terus mendukung dan meningkatkan kebijakan untuk mengembangkan pertanian organik ini, melihat pangsa pasarnya, selain untuk hidup yang sehat juga kesuburan lingkungan,” sambung Nanang.


Sumber : http://www.mongabay.co.id/2012/07/30/pertanian-organik-jogja-alternatif-raih-ketahanan-pangan-dan-ramah-lingkungan-bagian-i/#ixzz2DwvYLeCb

0 komentar: