Buah Impor Lebih Mahal dari Buah Lokal

Rabu, 29 Juli 2015 0 komentar
MedanBisnis - Bali. Aneka jenis buah impor harganya lebih mahal dari buah lokal, meskipun Hari Raya Idul Fitri serta Hari Raya Galungan dan Kuningan telah usai, yang sebelumnya kedua jenis buah-buahan itu harganya sempat melambung. "Dengan naik turunnya harga buah-buahan tersebut, sejumlah pedagang di Pasar Kapal, Mengwi, Kabupaten Badung mengeluhkan harga buah-buahan impor yang harganya masih melambung seperi buah yang didatangkan Amerika Serikat," kata Bu Gatri, penjual buah-buahan di Pasar Kapal, Senin (27/7).

Ia mengatakan, harga buah impor masih melambung tinggi, berbeda dengan harga buah lokal yang kadang naik dan turun. Namun untuk apel asal Amerika harganya tetap sehingga susah untuk menjualnya kepada konsumen. Buah apel impor asal Negeri Paman Sam untuk satu kilogramnya mencapai Rp40.000 dan terkadang jika bertepatan dengan hari raya bisa bertambah mahal menjadi Rp60.000.

Gatri menambahkan, harga buah apel impor ini jauh berbeda dengan apel lokal yang satu kilogramnya pada hari biasanya bisa Rp20.000, sedangkan pada hari raya mencapai Rp25.000. "Kalau apel impor kami sudah menjualnya jika harganya tetap di atas buah lokal, buah lokal sangat mudah untuk dijual karena harganya mengikuti pasaran," ujar Bu Gatri.

Sementara itu Luh Mutiari, penjual buah lainnya menjelaskan, usai hari raya ini harga buah-buahan mengalami penurunan hingga Rp2.000 per kg. Untuk salak pada hari biasanya persatu kilogramnya Rp8.000, sedangkan pada hari raya Idul Fitri dan Hari Raya Kuningan Rp12.000. Buah lainnya seperti jeruk, harga hari biasanya dan untuk hari raya sama dengan harga salak Rp8.000 pada hari biasa dan saat hari raya dijual Rp12.000 per kg. "Saya harapkan harga buah buahan jangan naik terlalu tinggi, agar kami bisa mudah menjual kepada masyarakat," harap Mutiari. (ant)
Baca selengkapnya »

Harga Sayur dan Buah Impor Terkerek Tarif Bea Masuk

0 komentar

Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) menaikkan tarif bea masuk (BM) sekitar 1.151 item produk impor barang konsumsi, diproyeksikan turut memukul penjualan produk-produk hortikultura.
 
Pasalnya, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan pembebanan Tarif BM atas Barang Impor, produk hortikultura seperti sayur mayur, buah, dan kacang dikenakan BM 20%.

Padahal, selama ini, Indonesia banyak mengimpor produk hortikultura tersebut. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemdag), pada tahun 2014, volume impor produk hortikultura mencapai 400.000 ton. Celakanya, pada tahun ini, Kemdag menargetkan impor produk hortikultura naik 50% dibandingkan tahun lalu menjadi 600.000 ton.

Ramadhansyah Sakir, Sekretaris Jenderal Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) mengatakan, dengan kenaikan tarif BM, kinerja impor produk hortikultura bakal terganggu. Namun, efek yang paling dirasakan adalah kenaikan harga produk hortikultura di pasar dalam negeri. “Konsumen jadi korban kenaikan tarif bea masuk impor,” katanya kepada KONTAN, Selasa (28/7).

Karena itu, dia menilai kebijakan pemerintah menerapkan kenaikan tarif BM impor produk hortikultura kurang tepat. Apalagi, saat ini, Indonesia sedang dilanda gelombang panas El Nino yang menyebabkan kemarau panjang. Dampak El Nino berpotensi memangkas hasil panen hortikultura. Bahkan, hasil panen ini bisa anjlok setelah ada bencana letusan gunung Raung, Jawa Timur dan Sinabung di Sumatra Utara.

Ramadhansyah mencatat, akibat kekeringan dalam dua bulan terakhir, potensi gagal panen produk pertanian mencapai lebih dari 10%. Jika kekeringan ini berlanjut, potensi gagal panen bisa naik hingga 30%. Bila itu terjadi, masyarakat akan menanggung kenaikan harga produk hortikultura akibat minimnya pasokan.

Benny Kusbini, Ketua Dewan Hortikultura Nasional (DHN) menambahkan, bila pemerintah gagal memenuhi pasokan, di Agustus nanti, harga sayur mayur dan buah berpotensi naik. “Saya memprediksi akan terjadi lonjakan harga,” katanya. Sayang, Benny belum berani memprediksi besaran kenaikan harga.

Sumber: KONTAN
Baca selengkapnya »